Rabu, 16 Maret 2011

Malaria Cerebral

Malaria Cerebral

PENDAHULUAN
Infeksi malaria masih merupakan problema klinik bagi negara tropik/ sub-tropik dan negara berkembang maupun negara yang sudah maju. Di Indonesia penyakit malaria masih menjadi masalah bagi daerah di Jawa dan Sumatra yang dahulunya sudah dapat dikendalikan. Dengan perkembangan transportasi, mobilisasi penduduk dunia khususnya dengan berkembangnya dunia wisata, infeksi malaria juga merupakan masalah bagi negara-negara maju karena munculnya penyakit malaria di negara tersebut. Masalah mortalitas malaria berat seperti malaria serebral dan morbiditas mempunyai kaitan erat dengan timbulnya resistensi pengobatan dan kewaspadaan terhadap diagnosa dini dan penanganannya.
Malaria serebral merupakan salah satu bentuk komplikasi malaria berat yang disebabkan oleh Plasmodium falsiparum. Gejala-gejala kliniknya dapat sangat akut, penderita yang kesadarannya baik mendadak dapat menurun kesadarannya dengan atau tanpa diserta gejala-gejala neurologis.

DEFINISI
Malaria dalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut maupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal sebagai malaria berat.
Malaria serebral adalah suatu akut ensefalopati yang menurut WHO definisi malaria serebral memenuhi 3 kriteria yaitu koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang menetap >30 menit setelah kejang disertai adanya P. Falsiparum yang dapat ditunjukkan dan penyebab lain dari akut ensefalopati telah disingkirkan.
EPIDEMIOLOGI
Malaria merupakan salah satu penyakit infeksi yang tersebar di seluruh dunia. Kira-kira lebih dua milyar atau lebih 40 % penduduk dunia hidup di daerah bayang-bayang malaria. Jumlah kasus malaria di Indonesia kira-kira 30 juta/tahun, angka kematian 100.000/ tahun.
Di Pakistan, selama 5 tahun dari tahun 1991-1995 terdapat 1620 pasien koma, 505 pasien dengan malaria serebral. Dimana didapatkan, kasus malaria serebral pada anak 64 % dan orang dewasa 36 %. Mortalitas pada anak 41 % dan orang dewasa 25 %.6 Di Nigeria, didapati 78 anak yang menderita malaria serebral, 16 penderita (20,5 %) meninggal dan 62 penderita (79,5 %) sembuh.

ETIOLOGI
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa intraseluler dari genus plasmodium. Empat spesies dari plasmodium menyebabkan malaria pada manusia antara lain: Plasmodium falsiparum, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
Plasmodium falsiparum adalah infeksi yang paling serius dan yang sering memberi komplikasi malaria berat antara lain malaria serebral dengan angka kematian tinggi. Penyebab paling sering dari kematian khususnya pada anak-anak dan orang dewasa yang non-imun adalah malaria serebral.

PATOGENESIS
Infeksi parasit malaria pada manusia dimulai bila nyamuk anopheles betina menggigit manusia dan nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam pembuluh darah dimana sebagian besar dalam waktu 45 menit akan menuju ke hati dan sebagian kecil sisanya akan mati dalam darah. Didalam sel parenkim hati, mulailah perkembangan aseksual (intrahepatic schizogony). Perkembangan ini memerlukan waktu 5,5 hari untuk plasmodium falciparum dan waktu 15 hari untuk plasmodium malariae. Pada P.vivax dan P.ovale, sebagian parasit dalam sel hati membentuk hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan menyebabkan relaps pada malaria.
Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivax, reseptor ini akan berhubungan dengan faktor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan golongan darah Duffy negatif tidak terinfeksi malaria vivax. Reseptor untuk P.falciparum diduga suatu glycophorins, sedangkan pada P.malariae dan P.ovale belum diketahui. Dalam waktu kurang dari 12 jam, parasit berubah menjadi bentuk ring, pada P.falciparum berubah menjadi stereo-headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya yang dikelilingi oleh sitoplasma. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik. Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastik dan dinding berubah lonjong. Pada P.falciparum, dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang pada nantinya penting dalam proses cytoadherens dan rosetting. Setelah 36 jam invasi ke dalam eritrosit, parasit berubah menjadi sizont, dan bila sizont pecah akan mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual ini pada P.falciparum, P.vivax, dan P.ovale adalah 48 jam dan pada P.malariae adalah 72 jam.
Didalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan betina, bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zygote dan menjadi lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya akan membentuk oocyt yang akan menjadi masak dan akan mengeluarkan sporozoit yang akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia.
Patogenesis dari malaria serebral masih belum memuaskan dan belum dimengerti dengan baik Patogenesis dari malaria serebral berdasar pada kelainan histologis. Eritrosit yang mengandung parasit (EP) muda (bentuk cincin) bersirkulasi dalam darah perifer tetapi EP matang menghilang dalam sirkulasi dan terlokalisasi pada pembuluh darah organ disebut sekuester. Eritrosit matang lengket pada sel endotel vaskular melalui knob yang terdapat pada permukaan eritrosit sehingga EP matang melekat pada endotel venula/ kapiler yang disebut sitoadherens. Kira-kira sepuluh atau lebih eritrosit yang tidak terinfeksi menyelubungi 1 EP matang membentuk roset. Adanya sitoadherens, roset, sekuester dalam organ otak dan menurunnya deformabilitas EP menyebabkan obstruksi mikrosirkulasi akibatnya hipolsia jaringan.
GAMBARAN KLINIS
Penderita malaria falsiparum yang non imun bila diagnosa terlambat, penundaan terapi, absorbsi gagal karena muntah-muntah, resisten OAM, dalam 3-7 hari setelah panas, dapat menuntun cepat masuk dalam koma. Keadaan akan memburuk cepat dengan nyeri kepala yang bertambah dan penurunan derajat kesadaran dari letargi, sopor sampai koma. Kesadaran menurun dinilai dengan GCS yang dimodifikasi 8 senilai dengan sopor dan anak-anak dinilai skor dari Balantere <>somnolen atau delir disertai disfungsi serebral.
Pada dewasa kesadaran menurun setelah beberapa hari klinis malaria dan anak-anak lebih pendek dibawah 2 hari. Lama koma pada dewasa umumnya 2-3 hari sedangkan anak-anak pulih kesadaran lebih cepat setelah mendapat pengobatan.
Pada kesadaran memburuk atau koma lebih dalam disertai dekortikasi, deserebrasi, opistotonus, tekanan intrakranial meningkat, perdarahan retina, angka kematian tinggi. Pada penurunan kesadaran penderita malaria serebral harus disingkirkan kemungkinan hipoglikemik syok, asidosis metabolik berat, gagal ginjal, sepsis gram negatif atau radang otak yang dapat terjadi bersamaan. Pada anak sering dijumpai tekanan intrakranial meningkat tetapi pada orang dewasa jarang.
Gejala motorik seperti tremor, myoclonus, chorea, athetosis dapat dijumpai, tapi hemiparesa, cortical blindness dan ataxia cerebelar jarang. Gejala rangsangan meningeal jarang. Kejang biasanya kejang umum juga kejang fokal terutama pada anak. Hipoglikemi sering terjadi pada anak, wanita hamil, hiperparasitemia, malaria sangat berat dan sementara dalam pengobatan kina. Hipoglikemi dapat terjadi pada penderita mulai pulih walaupun sementara infus dxtrose 5 %. Hipoglikemi disebabkan konsumsi glukosa oleh parasit dalam jumlah besar untuk kebutuhan metabolismenya dan sementara pengobatan kina. Kina menstimulasi sekresi insulin.
Malaria serebral sering sisertai dengan bentuk lain malaria berat. Pada anak sering terjadi hipoglikemi, kejang, dan anemi berat. Pada orang dewasa sering terjadi gagal ginjal akut, ikterus, dan udema paru. Biasanya suatu pertanda buruk, perdarahan kulit dan intestinal jarang. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi karena kateter, infeksi nosokomial atau kemungkinan bakteremia. Bila terjadi hipotensi berat, kemungkinan disebabkan : sepsis gram negatif, udema paru, metabolik asidosis, perdarahn gastrointestinal, hipovolemi dan ruptur limpa.

LABORATORIUM
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan sediaan darah tebal dan hapusan darah tipis dapat ditemukan parasit plasmodium. Pemeriksaan ini dapat menghitung jumlah parasit dan identifikasi jenis parasit. Bila hasil Θ, diulangi tiap 6-12 jam.
b. QBC ( semi quantitative buffy coat)
Prinsip dasar: tes fluoresensi yaitu adanya protein plasmodium yang dapat mengikat acridine orange akan mengidentifikasikan eritrosit terinfeksi plasmodium. Tes QBC adalah cepat tapi tidak dapat membedakan jenis plasmodium dan hitung parasit.
c. Rapid Manual Test
RMT adalah cara mendeteksi antigen P. Falsiparum dengan menggunakan dipstick. Hasilnya segera diketahui dalam 10 menit. Sensitifitasnya 73,3 % dan spesifutasnya 82,5 %.
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Adalah pemeriksaan biomolekuler digunakan untuk mendeteksi DNA spesifik parasit plasmodium dalam darah. Amat efektif untuk mendeteksi jenis plasmodium penderita walaupun parasitemia rendah.3

DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis malaria serebral
1. Penderita berasal dari daerah endemis atau berada di daerah endemis
2. Demam atau riwayat demam yang tinggi
3. Adanya manifestasi serebral berupa penurunan kesadaran dengan atau tanpa gejala
neurologis lain, sedangkan kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan.
4. Ditemukan parasit malaria dalam sediaan darah tepi
5. Tidak ditemukan kelainan cairan serebrospinal yang berarti

DIAGNOSIS BANDING
1. Demam Tifoid. Mempunyai banyak persamaan dengan gejala-gejalanya. Masih bisa dibedakan dengan adanya gejala stomatitis dengan lidah tifoid yang khas, batuk-batuk, meterorismus, dan bradikardi relatif yang kadang-kadang ditemukan pada demam tifoid. Kultur darah untuk salmonella pada minggu pertama kadang-kadang bisa membantu diagnosis. Widal bisa positif mulai minggu kedua, dianjurkan pemeriksaan berulang pada titer yang masih rendah untuk membantu diagnosis. Kemungkinan adanya infeksi ganda antara malaria dan demam tifoid kadang-kadang kita temukan juga.
2. Septikemia. Perlu dicari sumber infeksi dari sistem pernapasan, saluran kencing, dan genitalia, saluran makanan dan otak.
3. Ensefalitis & Meningitis. Dapat disebabkan oleh bakteri spesifik maupun oleh virus. Kelainan dalam pemeriksaan cairan lumbal akan membantu diagnosis
4. Dengue Hemoragik Fever/ DSS. Pola panas yang berbentuk pelana disertai syok dan tanda tanda perdarahan yang khas akan membantu diagnosis walaupun trombositopenia dapat juga terjadi pada malaria palsifarum namun jarang sekali memberikan gejala perdarahan. Hematokrit akan membantu diagnosis.
5. Abses hati amubik. Hepatomegali yang sangat nyeri dan jarang sekali disertai ikterus dan kenaikan enzim SGOT dan SGPT akan membantu diagnosis. Fosfatase alkalis dan gamma GT kadang-kadang akan meningkat. USG akan membantu deteksi abses hati dengan tepat.

PENATALAKSANAAN
A. Tindakan Umum
Sebelum diagnosa dapat dipastikan melalui pemeriksaan darah malaria, beberapa tindakan perlu dilakukan pada penderita dengan dugaan malaria berat berupa tindakan perawatan di ICU yaitu:
1. Pertahankan fungsi vital: sirkulasi, kebutuhan oksigen, cairan dan nutrisi
2. Hindarkan trauma: dekubitus, jatuh dari tempat tidur
3. Hati-hati komplikasi: kateterisasi, defekasi, edema paru karena over hidrasi
4. Monitoring; temperatur, nadi, tensi, dan respirasi tiap ½ jam. Perhatikan timbulnya ikterus
dan perdarahan.
5. Monitoring: ukuran dan reaksi pupil, kejang dan tonus otot.
6. Baringkan /posisi tidur sesuai dengan kebutuhan
7. Pertahankan sirkulasi: bila hipotensi lakukan posisi trendelenburg, perhatikan warna dan
temperatur kulit
8. Cegah hiperpireksi
9. Pemberian cairan: oral, sonde, infus, maksimal 1500 ml bila tidak ada dehidrasi
10. Diet: porsi kecil dan sering, cukup kalori, karbihidrat dan garam
11. Perhatiksn kebersihan mulut
12. Perhatikan diuresis dan defekasi, aseptic kateterisasi
13. Kebersihan kulit: mandikan tiap hari dan keringkan
14. Perawatan mata: hindarkan trauma, tutup dengan kain/ gaas lembab
15. Perawatan anak: hati-hati aspirasi, hisap lendir sesering mungkin, letakkan posisi kepala
sedikit rendah, posisi dirubah cukup sering dan pemberian cairan dan obat harus hati-hati.
B. Pengobatan untuk Parasit Malaria
Pemberian obat anti malaria
1. Kina (Kina HCl)
Merupakan obat anti malaria yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium dan efektif sebagai Schizontocidal maupun Gametocydal. Dipilih sebagai obat utama untuk malaria berat karena masih berefek kuat terhadap P. falsiparum yang resisten terhadap klorokuin, dapat diberikan cepat (i.v) dan cukup aman.
2. Kinidin
Bila kina tidak tersedia maka isomernya yaitu kinidin cukup aman dan efektif sebagai anti malaria.
3. Klorokuin
Klorokuin masih merupakan OAM yang efektif terhadap P. Falsiparum yang sensitive terhadap klorokuin. Keuntungan tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak mengganggu kehamilan.
4. Injeksi kombinasi sulfadoksin-pirimetamin (Fansidar)
5. Derivat Artemisinin; merupakan obat baru yang memberikan efektifitas yang tinggi terhadap strain yang multi resisten.
C. Penanganan Komplikasi
1. Kejang; Kejang merupakan salah satu komplikasi dari malaria serebral. Penanganan/pencegahan kejang penting untuk menghindarkan aspirasi. Penanganan kejang:
○ Diazepam: i.v 10 mg; atau intra rektal 0,5-1,0 mg/ KgBB.
○ Paradelhid: 0,1 mg/ KgBB.
○ Klormetiazol (dipakai untuk kejang berulang-ulang)
○ Fenitoin: 5 mg/ KgBB i.v diberikan perlahan-lahan.
○ Fenibarbital: pemberian fenobarbital 3,5 mg/ KgBB (umur diatas 6 tahun) mengurangi terjadinya konvulsi.
2. Hipoglikemi; Bila kadar gula darah kurang dari 50 mg% maka:
○ Beri 500 ml Dekstrose 40 % i.v dilanjutkan dengan
○ Glukosa 10 % per infus 4-6 jam
○ Monitor gula darah tiap 4-6 jam, sering kadar gula berulang-ulang turun.
○ Bila perlu diberikan obat yang menekan produksi insulin seperti diazoxide, glukagon atau analog somatostatin.
3. Hiperpireksi; Hiperpireksi yang lama dapat menimbulkan kelainan neurologik yang menetap.
○ Menurunkan temperatur dengan pendinginan fisik: kipas angin, kompres air/es, selimut dingin dan perwawatan di ruangan yang sejuk.
○ Pemberian anti piretik: Parasetamol 15 mg/ KgBB atau aspirin 10 mg/ KgBB (kontraindikasi untuk kehamilan dan gejala perdarahan)
4. Anemi; Bila anemi whole blood atau packed cells.
5. Gangguan Fungsi Ginjal; serimg terjadi pada orang dewasa. Kelainan fungsi ginjal dapat bersifat pre renal, atau renal yaitu nekrosis tubuler. Gangguan pre-renal terjadi pada 50 % kasus sedangkan nekrosis tubuler hanya pada 5-10 % kasus. Bila oliguria tidak ditangani akan terjadi anuria. Tatalaksana bertujuan mencegah iskemi ginjal dengan mengatur keseimbangan elektrolit.
6. Hiperparasitemia; Exchange transfusion (transfusi ganti) terutama pada penderita parasitemia berat. Indikasi bila parasitemia > 5 % dengan komplikasi berat. Tapi transfusi ganti bukanlah tindakan mudah, dan perlu ada fasilitas screening darah. Darah yang dipakai berkisar 5-12 liter. Transfusi ganti memperbaiki anemi, mengembalikan faktor pembekuan darah, trombosit juga mengurangi toksin.

PROGNOSIS
Diagnosis dini dan pengobatan tepat prognosis sangat baik. Pada koma dalam, tanda-tanda herniasi, kejang berulang, hipoglikemi berulang dan hiperparasitemia risiko kematian tinggi. Juga prognosis tergantung dari jumlah dan berat kegagalan fungsi organ. Pada anak-anak dapat mengalami kecacatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar